Friday, May 25, 2012

STEC IN CONGRESS OF INDONESIAN DIASPORA 2012


Salam Diaspora,

Perkenalkan saya anggota baru di milis ini dan untuk memperkaya idea2 yang telah disampaikan rekan-rekan Diaspora, ada sedikit pemikiran yang berkaitan dengan "program connect the dot" sebagai salah satu tujuan dari CID di LA yang disampaikan oleh Pa Dinno pada saat melakukan sosialisasi CID di Seattle tanggal 21 May 2012.
Jangankan di dalam USA atau di luar USA, di Seattle saja baru terungkap beberapa pemikiran yang cukup cemerlang dari beberapa Diaspora Indonesia yang ada di Seattle pada saat kita berkumpul bersama dalam porgram sosialisasi Diaspora kemarin.

Karena di Seattle dan sekitarnya banyak berkumpul Diaspora Indonesia yang saat ini bekerja di Boeing dan Microsoft, Google serta perusahaan IT maupun industri lainnya, diharapkan akan banyak idea2 yang bisa disumbangkan oleh rekan2 Diaspora Indonesia. Saya belum tahu apakah sudah ada yang memulainya dari Indonesia Diaspora Seattle, namun agar rekan2 mulai bangkit perkenankan saya memberanikan diri melontarkan pemikiran dibawah ini.

Latar belakang :
Kantor kami IPTN North America, Inc adalah anak perusahaan PTDI di USA yang beroperasi sejak 1992 dengan base di Seattle. Sejak tahun 2007 telah dibentuk unit bisnis Seattle Technology Engineering Center (STEC) yang merupakan salah satu kegiatan dari IPTN North America, Inc untuk menangani peluang bisnis Engineering Services dalam bidang rancang bangun pesawat.
Pembentukan STEC ini sendiri dilatar belakangi dengan besarnya pesanan dari maskapai penerbangan Lion Air ke Boeing pada tahun 2006. Lion Air sebagai launching customer Boeing untuk pesawat 737-900ER, kalau tidak salah waktu itu memesan 63 pesawat 737-900ER yang peluncuran perdananya dilakukan dari Pabrik Boeing di Renton pada bulan 8 Agustus 2006.

Pada saat itu lah saya berkenalan dengan Rusdi Kirana , Dirut Lion Air yang mulai populer namanya di kalangan industri penerbangan. Pa Rusdi membawa rombongan cukup besar yang terdiri dari pejabat Kemenhub, dan Komisi V DPR-RI yang tujuannya tidak lain ingin memberikan semangat kepada Bapak2 yang terlibat dalam kebijakan industri penerbangan di Indonesia untuk melihat langsung proses produksi pesawat di Boeing dan juga agar hubungan dengan Boeing dapat ditingkatkan sehingga dapat membantu Indonesia bangkit dari keterpurukan dalam industri penerbangannya karena band dari Uni Eropa pada waktu itu.

Beliau pada saat itu menantang , ayo Pa apa yang bisa dilakukan oleh PTDI, saya kan sudah banyak memesan pesawat ke Boeing ???. Katakan PTDI bisa mensupply bagian pesawat yang kecil saja sudah cukuplah untuk meberikan kebanggaan bagi Indonesia dan membangkitkan kembali nama PTDI, ujar Pa Rusdi. 

Dirjen Hubud (Bp. Tatang Ikhsan) dan Ketua Komisi V DPR (Bp Akhmad Mukhowan) pada saat itu juga mendukung tawaran Pa Rusdi. Singkat cerita dalam kesempatan press release oleh Ketua Komisi V dan pada saat farwell dinner di Boeing Field , tercetuslah usulan imbal balik (offset) sebagai kompesasi dari pembelian tersebut dari Boeing ke Indonesia, pada saat itu terucap besaran angka 10% yang diamini oleh Senior Vice President Sales Boeing, Dinnesh Keshkar.

Pemikiran tersebut langsung saya sampaikan ke pimpinan PTDI dan mengingat saat itu belum memungkinkan dilakukan tambahan investasi permesinan di PTDI untuk mendukung pembuatan komponen bagi program Boeing, akhirnya mereka merestui pembentukan STEC sebagai antisipasi kemungkinan diperolehnya offset dari Boeing STEC khusus bergerak dalam kegiatan jasa rancang bangun pesawat dengan memanfaatkan fasilitas PTDI yang ada di Seattle yang tidak memerlukan tambahan investasi besar karena yang dijual adalah jasa kemampuan para engineer PTDI yang sudah terlatih selama ini. Usulan inipun telah dilaporkan dan mendapatkan ijin dari Meneg BUMN (Bp. Sofyan Djalil pada saat itu).

Berbagai upaya pendekatan ke Boeing telah kami lakukan bersama-sama dengan pimpinan PTDI untuk menindak lanjuti kesepatan tidak tertulis pada saat acara di Boeing Field tersebut, namun minim response dari Boeing. Waktu berjalan terus dan dalam berbagai kesempatan kami selalu menjual idea program offset ini kepada beberapa petinggi negara Indonesia baik di Jakarta maupun dalam kesempatan kunjungan di USA agar dapat mendesak Boeing memenuhi janjinya.

Janji tinggal janji, Boeing pun seakan-akan lupa, dan PTDI pun kurang intens menindaklanjutinya, karena PTDI sendiri cukup repot dengan masalah internal yang cukup berkepanjangan yang akhirnya baru dapat teratasi setelah pemerintah menyetujui Program Restrukturisasi dan Revitalisasi untuk menyelamatkan satu2 nya industri pesawat terbang yang pernah kita banggakan di Indonesia.

Peluang :

Setelah melewati pergantian beberapa kali Dubes Indonesia di USA, akhirnya Indonesia sangat bersyukur dengan tampilnya sosok seorang "driver" yang akhirnya bisa membidani dan memberikan kaki agar idea program offset ini menjadi terbuka kembali dan dapat berjalan. Pa Dino yang sudah mumpuni dalam berdiplomasi, akhirnya berhasil menagih janji pemberian kompensasi program offset tersebut dari Boeing dan tidak tanggung2 dengan kepiawaiannya pada tahun 2012, beliau berhasil mendapatkan commitment 30% kompensasi dari Boeing atas seluruh pembelian dan investasi Indonesia dalam bidang transporatsi udara ke Boeing, dimana saat ini jumlahnya sudah mencapai $35 Billion!!!!!… dengan bertambahnya pesanan pesawat dari Lion Air dan Garuda Indonesia…..

Dengan kawalan Pa Dino beserta staffnya di DC saat ini telah dibentuk working group dibawah koordinasi Dirjen Perhubungan Udara yang terdiri tidak hanya dari PTDI, namun juga dari PINDAD, LEN, Garuda dan Kemenhub serta Kementrian terkait lainnya untuk merumuskan paket offset yang akan ditawarkan ke Boeing, sehingga dapat menyerap kompensasi yang akan diberikan Boeing nantinya.

PTDI sendiri memiliki kemampuan untuk menyerap paket offset tersebut dalam bentuk pembuatan komponen, pekerjaan engineering package untuk rancang bangun pesawat serta pekejaan maintenance/overhaul pesawat.

Sebagai tambahan kemampuan program-program yang akan dilakukan di PTDI untuk offset, STEC berperan terlibat dalam mengerjakan pekerjaan paket engineering rancang bangun pesawat. Sebagai front liner dari PTDI, STEC dapat menjadi liason dalam berinteraksi dengan Boeing sebagai pihak pemberi kerja . Para engineers yang ada di STEC nantinya dari jam 9 am- 5 pm dapat mendiskusikan pekerjaannya dengan Boeing dan mengolahnya lebih lanjut. Pada sore harinya mereka mentransfer data pekerjaan yang telah diolah pada hari itu untuk diteruskan ke para engineers yang ada di PTDI yang jumlahnya ratusan orang.. Pada saat para engineers yang ada di STEC memulai kerja besok harinya paket pekerjaan yang telah diolah di PTDI sudah mereka terima kembali untuk dilanjutkan atau didiskusikan dengan Boeing. Istilah nya "around the clock" services buat Boeing.

Saat ini dengan makin tingginya tingkat rate produksi di Boeing dan terus bertambahnya program baru seperti Boeing 787, 737-NG, Boeing 737-MAX, Program 767 Tanker, 777, kebutuhan jasa engineering rancang bangun pesawat ini semakin banyak karena Boeing pun harus menangani sustainable product pesawat yang ada seperti Boeing 737 Classic, 747. Selain itu tidak selamanya Boeing meng-hire tenaga permanen dan sering melakukan off-load pekerjaan ke independent contractor seperti STEC, yang cukup menguntungkan dan tidak memusingkan Boeing karena tidak harus berhubungan dengan Serikat Pekerja jika terjadi dispute. (Pengaruh Union sangat kuat kepada Boeing dan cukup merepotkan atas tuntutan2 yang mereka sampaikan, sehingga perlu membuat fasilitas pabrik yang parallel di South Carolina yang tidak memiliki Union).

STEC sendiri memiliki kendala untuk mendatangkan para engineers dari PTDI dalam jumlah yang cukup banyak karena mereka juga dibutuhkan PTDI untuk menangani program-progran yang ada di Bandung, sehingga kami melihat adanya peluang bagi Indonesia Diaspora yang memiliki pengalaman dan cukup memiliki kualifikasi dalam pekerjaan rancang bangun pesawat yang ada di US untuk memperkuat squad STEC dalam meraih pekerjaan paket engineering dari program offset nantinya.

Dalam perkembangannya nanti jika STEC sudah dapat membuktikan kualitas kerja yang dihasilkan, tanpa program off set pun, Boeing akan mempercayakan STEC untuk mengerjakan paket2 rancang bangun pesawat lainnya, Indonesia Diaspora pun akan semakin banyak dapat bergabung dengan STEC.
Sebagai informasi saat ini cukup banyak tenaga kerja dari Bangladesh dan India yang bekerja di Boeing sebagai tenaga kontrak, dimana kita ketahui bersama Bangladesh tidak pernah terdengar namanya dalam industry pesawat terbang dan ironisnya teman2 Diaspora Indonesia yang bekerja di Boeing diminta mendidik mereka.

Jika diperkenankan dan masih ada slot waktu di forum CID nanti saya dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang STEC, mungkin dalam forum yang terbatas dan khusus Diaspora Indonesia yang memiliki latar belakang pengalaman kerja dibidang rancang bangun pesawat.

Mudah2an pemikiran saya ini dapat menambah informasi tentang adanya STEC dot di Seattle bagi Diaspora Indonesia yang ada di USA dan diluar USA dan dapat memanfaatkan peluang yang ada dari paket offset dan diluar offset nantinya… Insha Allah….

Salam

Gautama Indra Djaja (Indra)

Friday, May 18, 2012

SEATTLE TECHNOLOGY ENGINEERING CENTER-2012

PTDI dipertimbangkan menjadi Boeing Company supplier untuk Research, Technology & Engineering


Edisi May 2012

Sebagai usaha yang berkelanjutan untuk memasarkan kemampuan Engineering Services yang dimiliki PTDI, pada tanggal 17 Mei , 2012 telah diadakan pertemuan antara Dr. Joanna Szydlo-Moore, Director-Research Technology & Engineering International Strategy Commercial Airplane, Boeing Company dengan Gautama Indra Djaja, Direktur Utama IPTN North America, Inc , anak perusahaan PT. Dirgantara Indonesia yang berkedudukan di Seattle, untuk menjelaskan kemampuan yang dimiliki PT. Dirgantara Indonesia.

Joanna bertanggung jawab untuk mencari perusahaan2 di dunia yang berpotensi menjadi mitra bagi Boeing Company untuk pekerjaan Research, Technology & Enginering, dimana kegiatan tersebut merupakan bagian dari International Strategy Commercial Airplane Boeing Company.

Kesempatan tersebut telah dimanfaatkan untuk menjelaskan seluruh kemampuan PTDI untuk pembuatan komponen, pengerjaan Engineering Package serta kemampuan Maintenance, Repair and Overhaul yang telah dilakukan selama ini untuk Boeing dan Air Bus, termasuk pengerjaan komponen untuk pesawat Boeing 757, 767 dan pekerjaan engineering package untuk Crippling Test dan Drum Test Article, serta perawatan pesawat dan pekerjaan lap joint untuk pesawat 737-200.

Joanna sangat terkesan dengan kemampuan yang dimiliki PTDI dan dia menyayangkan kenapa PTDI tidak dimanfaatkan oleh Boeing beberapa tahun terakhir dan dia akan mengevaluasi lebih lanjut bersama team di Boeing, termasuk kemungkinan memanfaatkan kemampuan PTDI untuk pembuatan komponen bagi produk pesawat Boeing.

Mudah2an ini merupakan awal yang baik untuk kedepannya, dimana PTDI dapat menjadi supplier dari Boeing tanpa atau dengan adanya offset program yang saat ini sedang diupayakan oleh pihak Indonesia.

Selain itu juga dibahas kemungkinan untuk memberikan kesempatan bekerja magang bagi mahasiswa jurusan Teknik Aeronautik ITB di Boeing dalam rangka memberikan kesempatan bagi kader-kader muda Indonesia untuk dapat memperoleh pengalaman di industri penerbangan yang bertaraf internasional. 

Diharapkan pada saat mereka selesai menempuh ilmunya dari ITB, mereka dapat siap pakai bekerja  di industri penerbangan tidak hanya didalam negeri, namun juga di luar negeri.

IPTN NORTH AMERICA, INC. (INA, Inc.) 






PRESS RELEASE - SIKORSKY







Sikorsky Aircraft Announces Sale of S-300C™ Helicopters to IPTN North America

April 16, 2012

STRATFORD, Connecticut - Sikorsky Aircraft has announced the sale of two S-300C™ helicopters with an option for four more, to IPTN North America, a subsidiary of PT Dirgantara Indonesia (PTDI)/Indonesian Aerospace (IAe). 

These S-300C helicopters will support the Indonesian Army’s requirements to train more than 100 new pilots in the next few years. In March 2012, the Indonesian Minister of Defense, Purnomo Yusgiantoro, announced Indonesia’s commitment to double Indonesia’s military helicopters, increasing the need for helicopter training.

“The Asia-Pacific region is one of the areas in the world that has continued to sustain healthy economic
growth in recent years. Specifically, Indonesia’s economic success allows the country to fund a defense modernization plan that maintains a minimally essential force in the country. 
Sikorsky is honored to be able to support Indonesia’s modernization efforts with our S-300C training helicopters,” said Linda Scott, General Manager for Southeast Asia. “The reliability of the S-300C helicopter is just one attribute that the customer is getting from these aircraft,” Scott added. “They are also easy to maintain, easy to fly, and economically priced. It is a good, solid aircraft for the training mission they are destined for in Indonesia.”
The sale to IPTN North America follows recent activities by Sikorsky Aircraft in the Asia-Pacific region. In February, Sikorsky announced the opening of its office in Malaysia, taking the first step toward expanding it's industry presence in Southeast Asia. Previously, in December 2011, Sikorsky Aircraft signed a contract with the Brunei Ministry of Defense to provide 12 S-70i™ BLACK HAWK helicopters, as well as associated spare parts, training and ground support equipment. The helicopters will serve the Royal Brunei Armed forces, and join the growing fleet of Sikorsky aircraft in the region.
The S-300C helicopter operates throughout the world in many demanding roles including military patrol, power line/pipeline patrol, commercial and military flight training, ranching, external load operations, animal surveys, aerial photography and personal transportation. The cockpit size, load capacity, performance characteristics, robust design and low direct operating costs make the S-300C helicopter a leader in its class
Sikorsky Aircraft Corp., based in Stratford, Conn., U.S.A., is a world leader in helicopter design,manufacture, and service. Sikorsky is a subsidiary of United Technologies Corp. (NYSE:UTX). United Technologies Corp., based in Hartford, Conn., U.S.A., provides a broad range of high technology products and support services to the aerospace and building systems industries.

Saturday, May 12, 2012

BOEING BERIKAN OFFSET KE INDONESIA


Akhirnya Boeing Beri "Offset" kepada Indonesia
| I Made Asdhiana | Rabu, 9 Mei 2012 | 15:12 WIB


Dibaca: 6526



|
javascript:void(0)
http://twitter.com/home?status=Akhirnya+Boeing+Beri+"Offset"+kepada+Indonesia+http://kom.ps/ABXfON+via+@kompascom
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/05/09/15120660/Akhirnya.Boeing.Beri.Offset.kepada.Indonesia#
Share:
KOMPAS/IWAN SETIYAWANPemegang saham Garuda Indonesia secara mayoritas menyetujui pengembangan armada Garuda sejalan dengan akselerasi peningkatan pasar domestik dan regional.

Foto:
JAKARTA, KOMPAS.com - Pabrikan pesawat terbesar di AS, Boeing Company akhirnya akan memberi offset kepada Indonesia. Kepastian tersebut disampaikan oleh Duta Besar Indonesia untuk AS, Dino Patty Djalal, Rabu (9/5/2012) di Jakarta. “Akhirnya Boeing memberi offset ke kita setelah bertahun-tahun kita perjuangkan,” ujar Dino di Kantor Kementerian Perhubungan.
Offset merupakan praktek pemberian kompensasi oleh industri asing sebagai persyaratan dari suatu negara ketika melakukan pembelian. Dalam kasus Boeing ini dilatarbelakangi karena banyaknya pihak industri dari Indonesia dan TNI AU yang membeli pesawat dari Boeing.
Seperti pembelian pesawat udara sipil B737-800NG oleh maskapai penerbangan Garuda Indonesia dan B737-900ER, B737-Max oleh Lion Air yang jumlahnya lebih dari 20 miliar dollar AS. Selain itu juga ada pembelian pesawat F-16 dan helikopter Apache oleh TNI AU.
Bentuk offset bermacam-macam dan biasanya ditentukan oleh negara pembeli produk berapa prosentase dari nilai keseluruhan transaksi penjualan. Biasanya offset dipakai untuk mengembangkan industri domestik negara pembeli, transfer teknologi, memajukan investasi, dan meningkatkan lapangan pekerjaan.
Selain itu juga untuk mendapatkan teknologi baru, mendukung industri domestik yang strategis, mendapatkan akses terhadap pasar baru, meningkatkan nilai ekspor, dan meningkatkan hubungan dengan perusahanaan multinasional.
Untuk Indonesia, menurut Dino, nilainya lebih dari yang diperkirakan. “Kalau cuma untuk menghidupkan PTDI, maka nilai jumlahnya sangat cukup,” ujar Dino sambil tertawa.
Berkaitan dengan itu, hari ini diadakan diskusi antara stakeholder di bidang transportasi udara untuk merumuskan apa bentuk offset yang akan diminta kepada Boeing.
Selain dihadiri Dino, diskusi juga dihadiri Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Ikhsan Tatang, perwakilan dari GMF, Garuda, Lion, BPPT, PTDI, PT Len, PT Pindad, Susi Air, Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian BUMN, dan Kementerian Perisdustrian.
“Selanjutnya akan dibentuk tim kecil oleh Dirjen Perhubungan Udara untuk merumuskan apa-apa saja yang nanti akan kita ajukan,” ujar Ikhsan Tatang.

Kamis, 10 Mei 2012









PENERBANGAN

Boeing Tawarkan Kompensasi

Jakarta, Kompas - Produsen pesawat asal Amerika Serikat, Boeing, akhirnya menawarkan kompensasi bagi Indonesia. Kompensasi ini merupakan imbal balik atas pembelian ratusan unit Boeing oleh maskapai Indonesia.

”Kami sudah lama memperjuangkan supaya dapat offset (kompensasi) dari Boeing,” ujar Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat (AS) Dino Patti Djalal, Rabu (9/5), ketika ditemui di Kementerian Perhubungan di Jakarta.
Selama ini, maskapai Indonesia seolah-olah menghidupi Boeing dan memberi pekerjaan bagi warga AS. Lion Air, misalnya, memesan 230 unit Boeing seharga 22,4 miliar dollar AS atau Rp 201 triliun. Sriwijaya Air juga memesan 20 unit Boeing 737-800 NG. ”Nilai kompensasi yang ditawarkan Boeing sudah diketahui pemerintah. Nilainya lebih besar dari yang dibayangkan. Kini, tinggal disusun kompensasi dari penerbangan sipil atau militer,” kata Dino.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Tatang Ikhsan mengatakan, di bawah koordinasi Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bhakti akan disusun proposal ke Boeing. ”Nanti akan diputuskan kompensasinya berupa manufacturing (pabrik), perawatan pesawat, pengembangan SDM (sumber daya manusia), atau penataan ruang udara,” ujarnya.
Tatang mengatakan, apabila ada komponen Boeing yang dibuat di Indonesia sebagai kompensasi dari Boeing, bangsa Indonesia akan bangga. ”Entah kita bikin roda atau sayap,” katanya.
Dino menambahkan, Boeing menginginkan kompensasi dituangkan dalam bentuk kerja sama komprehensif. Tidak ad hoc dan bersifat jangka panjang. Kompensasi serupa pernah diberikan bagi Malaysia, China, dan Korea. Indonesia belum sekali pun mendapat kompensasi meski sudah puluhan tahun membeli Boeing. Umumnya, kompensasi berupa transfer teknologi.
Sebelum kerja sama dengan Boeing, kata Dino, PT Kereta Api Indonesia sudah menjalin kerja sama perawatan lokomotif dengan General Electrics.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Arfiyanti Samad, mengatakan, pada Juni 2012 digelar Konferensi Pengembangan Bandar Udara. Ini hasil kerja sama Kedutaan Besar AS dan PT Angkasa Pura I. (RYO)

SEMINAR SETENGAH HARI DI KEMENTRIAN PERHUBUNGAN UNTUK MEMBAHAS PAKET OFFSET




Subject: Industrial Cooperation Between Boeing-PTDI (Opportunity
Date: 10/21/2010
CC: yb1bs@yahoo.co.id

Seattle, 21 Oktober 2010
Yth : Bapak Dino Pati Djalal
Duta Besar Republik Indonesia di USA
Assalamualaikum
Pertama-tama kami ingin menyampaikan selamat atas penugasan bapak sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia di Amerika Serikat, semoga bapak sukses selalu dalam menjalankan tugas mulia tersebut.
Selanjutnya sebagai tindak lanjut dari pembicaraan Bapak Dubes dengan Dirut PTDI pada tanggal 20 Oktober 2010, atas arahan dari Dirut PTDI, perkenankan kami menyampaikan beberapa informasi yang mungkin bermanfaat untuk melengkapi persiapan kunjungan Bapak ke Boeing pada bulan November yang akan datang .
Informasi yang kami sampaikan ini berawal dari pembicaraan kami beberapa waktu yang lalu dengan berbagai pihak terkait seperti Bapak Rusdi Kirana CEO Lion Air sewaktu beliau berkunjung ke Boeing tahun 2007 pada saat delivery pesawat pertama maupun dalam beberapa kesempatan pertemuan lainnya, dan Bapak Emir Satar, Direktur Utama Garuda Indonesia pada saat beliau mendampingi kunjungan Bapak Presiden RI di Boston tahun 2009, sebagai salah satu upaya untuk memberdayakan industri kedirgantaraan di tanah air.
Program ini dapat disusun melalui paket “The Industrial Cooperation Between BOEING COMPANY-PT.Dirgantara Indonesia” dengan memanfaatkan adanya peluang bisnis atas transasksi pembelian pesawat produksi Boeing oleh maskapai penerbangan Indonesia. Program yang serupa sudah dimiliki antara PTDI dengan Airbus, dimana saat ini PTDI memperoleh pekerjaan pembuatan bagian dari sayap pesawat A380 dari Airbus .
Sebagai informasi sampai saat ini Boeing sudah memperoleh order dari maskapai penerbangan di Indonesia sebagai berikut :
1 178 pesawat B737-900ER dengan Lion Air dan sudah didelivery sampai dengan pesawat # 40 posisi per Oktober 2010 (Boeing delivery record)
2 43 pesawat B737-800NG dan 10 pesawat B777-300 dengan Garuda Indonesia dan sudah didelivery sampai dengan pesawat #15 B737-800NG posisi per Oktober 2010 (Boeing delivery record)
Total nilai pembelian untuk kedua maskapai penerbangan tersebut mencapai nilai USD $18.1 Milyar
Dalam rangka menyeimbangkan (imbal balik) nilai transaksi perdagangan antara Amerika dengan Indonesia dibidang kedirgantaraan, sudah selayaknya pemerintah Amerika/Boeing dapat memberikan paket-paket pekerjaan ke Indonesia dalam hal ini ke PTDI.
Mempertimbangkan kondisi PT.Dirgantara Indonesia saat ini yang memiliki cukup banyak tenaga skilled engineer yang berpengalaman namun lemah di bidang permodalan, maka jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan dan dapat menyerap nilai cukup besar dalam paket kerjasama imbal balik yang akan diusulkan adalah pekerjaan Engineering Services. Pekerjaan engineering services sangat mengandalkan skill para tenaga engineer PT.DI yang tersedia cukup memadai, sehingga pekerjaan ini dapat dilaksanakan dengan lancar. Walaupun demikian opsi lainnya untuk paket pekerjaan komponen pun masih dapat dibahas.bersama kalau memang Boeing menghendakinya.
Sebagai informasi saat ini terdapat sekitar 30 tenaga engineer ex-PTDI yang bekerja di Boeing dengan masa kerja 3-10 tahun. Hal ini membuktikan bahwa tenaga engineer PTDI tidak kalah kemampuannya dengan tenaga engineer di USA maupun dari Negara lainnya.
Berdasarkan data dan perhitungan yang pernah disampaikan teman-teman engineer di PTDI, diperkirakan kita akan sanggup menyerap pekerjaan engineering services sampai dengan volume bisnis hingga US$300 juta.
Optimisme ini didasarkan pada kenyataan bahwa pekerjaan engineering services relatif tidak banyak membutuhkan modal kerja dan dapat secepatnya dilakukan dengan memanfaatkan kapasitas engineer PTDI yang saat ini tersedia cukup banyak melebihi kebutuhan program internal perusahaan.
Guna memperlancar proses, pada tahap awal agar tidak mengalami kesulitan dalam hal export compliance dan komunikasi/koordinasi dengan Boeing, kegiatan engineering services dapat dilakukan di Seattle dengan memanfaatkan fasilitas gedung IPTN North America (INA),Inc dan tenaga engineer dari Indonesia (PT.DI) yang didatangkan ke Seattle dengan menggunakan visa L-1 (inter transfer company).
Untuk hal ini kami sudah menjajaki dengan lawyer keimigrasian di Seattle dimana sesuai penjelasan lawyer tersebut cara itu merupakan jalan tercepat untuk mendatangkan tenaga engineer ke Seattle tanpa khawatir mereka lari dan dibajak orang lain (karena hanya bisa bekerja di INA, Inc).
Hal ini perlu diantisipasi mengingat saat ini Homeland Security sangat ketat dan tegas terhadap pelanggaran status keimigrasian.
Penjelasan yang sama juga telah tersampaikan kepada beberapa pejabat terkait dan anggota DPR melalui pendekatan informal selama kami mendampingi mereka ketika kunjungan ke Boeing untuk menyaksikan peluncuran pesawat B737-900ER yang dipesan oleh Lion Air pada tahun 2007, dimana pada saat jumpa pers dengan Ketua Komisi V –DPR pada saat itu menghimbau kepada Boeing untuk dapat memberikan paket pekerjaan imbal balik sekurang-kurangnya 10% dari nilai transaksi yang ada.
PTDI pun sudah berupaya untuk melakukan pendekatan dan pembicaraan dengan pihak Boeing untuk masalah ini, namun response yang positip belum kami peroleh sampai saat ini.
Seperti yang mungkin Bapak ketahui, Aerospace bisnis ini is “ highly political” bagi para pabrikan seperti Boeing dan Airbus. Untuk itu memang diperlukan keterlibatan dari petinggi di Indonesia agar kita dapat meraih peluang bisnis ini dari Boeing.
Kami harapkan dalam kunjungan Bapak Dubes ke Boeing dalam bulan November , peluang ini dapat kita peroleh melalui wadah Industrial Cooperation. Tidak lah berlebihan kiranya jika point Industrial Cooperation ini pun dapat diangkat menjadi salah satu topik/butir kesepakatan dalam kunjungan Presiden Obama ke Indonesia, setidaknya juga akan mengharumkan nama Indonesia jika hal ini terwujud.
Mohon maaf jika kami mengganggu waktu Bapak Dubes dan memberanikan diri untuk menyampaikan informasi ini, karena PTDI melihat peluang yang sangat besar dan jika hal ini terlaksana akan membantu masalah kelangkaan order dan pekerjaan di PTDI, sehingga kemampuan yang ada dari anak bangsa Indonesia dibidang kedirgantaraan dapat dimanfaatkan. Terlampir juga kami kirimkan Company Profile untuk Seattle Technology Engineering Center, sub unit dari IPTN North America yang kami canangkan akan melakukan pekerjaan engineering dari Boeing.
Terima kasih atas waktu dan perhatian Bapak atas perihal yang kami sampaikan..
Sekali lagi mohon maaf kalau penyampaiannya terlalu informal dan mungkin kurang berkenan buat Bapak Dubes.
Salam hormat,
Wassalamualaikum
Gautama Indra Djaja
Direktur Utama
IPTN North America, Inc (US subsidiary Indonesian Aerospace)
Tembusan : Bpk. Budi Santoso - Direktur Utama PTDI






Subject: RE: Proposal Engineering Services
Date: 5/20/2007 12:18:47 PM Pacific Daylight Time
From: dubesri@embassyofindonesia.org
To: mailto:gindra1702@aol.comgindra1702@aol.com






Pak Indra, terimakasih info bpk ttg PTDI/INA. Saya akan bahas dengan pak Suprasetyo as soon as beliau tiba di Washington DC.
Terimakasih dan perkembangan lebih lanjut akan saya khabarkan kpd bpk.

Sudjadnan


From: gindra1702@aol.com [mailto:gindra1702@aol.com]
Sent: Sat 5/19/2007 11:37 AM
To: Dubes R.I.
Subject: Proposal Engineering Services (

Seattle, 19 Mei 2007

Yth : Bapak Sudjadnan Parnohadiningrat
Duta Besar Republik Indonesia di USA

Assalamualaikum

Sebagai tindak lanjut dari pembicaraan bersama dengan Bapak Rusdi Kirana dan Bapak pada saat delivery pesawat pertama di Seattle, kami telah menyiapkan proposal tentang Engineering Services yang dapat kita tawarkan ke Boeing sehubungan dengan tawaran Pa Rusdi Kirana kepada PTDI/INA untuk mengusahakan aliran transaksi balik dari Boeing ke Indonesia sehubungan dengan pembelian pesawat Boeing 737-900ER. Proposal tersebut saya titipikan melalui Bapak Suprasetyo, Atase Perhubungan.

Pendekatan telah kami lakukan sejak event Roll-Out 737-900ER pada bulan Agustus 2006 dan momentumnya meningkat pada saat acara serah terima pesawat pertama bulan April 2007, dan juga pembicaraan terakhir dengan Pa Rusdi Kirana minggu ini di Seattle.
Beliau menyampaikan bahwa dalam waktu dekat akan meningkatkan pembelian pesawat 737-900ER sampai dengan 125 pesawat. Informasi ini menurut Pa Rusdi mohon di keep confidential karena nampaknya akan beliau umumkan pada saat Paris Air Show bulan Juni 2007 mendatang, dimana beliau juga akan mengirimkan pesawat no 3 dengan konfigurasi VIP untuk turut partisipasi dalam event tersebut.

Paket tersebut saya susun berdasarkan data-data dan pemikiran bersama yang disampaikdari teman-teman engineer di PTDI maupun non PTDI yang ada di Indonesia dan kita optimis kita sanggup menyerap pekerjaan engineering services sampai dengan $100 juta .

Idealnya untuk dapat segera memperoleh paket pekerjaan dari Boeing adalah melalui pekerjaan engineering services yang relatif tidak banyak membutuhkan modal kerja dan dapat secepatnya dilakukan dengan memanfaatkan kapasitas engineer PTDI yang saat ini idle. Tahap awal agar tidak mengalami kesulitan dalam hal export compliance dan koordinasi dengan Boeing, engineering services dapat dilakukan di Seattle .Fasilitas di INA dapat dimanfaatkan untuk itu dan teman-teman dari Indonesia dapat didatangkan dengan menggunakan visa L-1 (inter transfer company).
Untuk hal ini saya juga sudah melakukan koordinasi dengan lawyer keimigrasian dan sesuai penjelasan lawyer hal tersebut merupakan jalan tercepat untuk mendatangkan tenaga engineer tersebut ke Seattle tanpa khawatir mereka lari dan dibajak orang lain (karena hanya bisa bekerja di INA, Inc), karena saat ini Homeland Security sangat ketat dan tegas terhadap pelanggaran status keimigrasian.

Penjelasan yang sama juga telah tersampaikan kepada Pak Budi Suyitno, Pa Iing dan Pa Yurlis melalui pendekatan informal selama tiga hari saya mendampingi beliau-beliau dalam kunjungan ke Boeing.

Pa Rusdi Kirana dan Mr. Dinesh Keskar (SVP Sales Boeing) rencananya pada saat ke Indonesia juga akan melakukan courtesy visit ke Menteri Perhubungan yang baru, Bapak Jusman S.D yang juga telah saya bekali proposal yang sama dengan proposal yang saya sampaikan kepada Bapak.

Mudah2an Pa Suprasetyo dapat menjelaskan tentang proposal ini karena kami telah memberikan presentasi singkat tentang proposal ini, sehingga Bpk Dubes dapat lebih jelas mendapatkan inormasi tentang apa yang apa yang akan kami tawarkan.

Mohon maaf saya mengganggu banyak waktunya Bpk Sudjadnan, namun karena saya lihat peluangnya ada dan saya disupport oleh Pa Rusdi Kirana, saya memberanikan diri untuk menyampaikan hal ini kepada Bapak yang mungkin bermanfaat untuk bahan informasi Bapak dalam rangka kunjungan dinas Bapak Dubes ke Indonesia bulan depan.

Terima kasih atas waktu dan perhatian Bapak atas perihal yang saya sampaikan diatas. Sekali lagi mohon maaf kalau penyampaiannya terlalu informal dan mungkin kurang pas buat Bapak Dubes.

Salam hormat,
Wassalamualaikum


Indra