Friday, May 25, 2012

STEC IN CONGRESS OF INDONESIAN DIASPORA 2012


Salam Diaspora,

Perkenalkan saya anggota baru di milis ini dan untuk memperkaya idea2 yang telah disampaikan rekan-rekan Diaspora, ada sedikit pemikiran yang berkaitan dengan "program connect the dot" sebagai salah satu tujuan dari CID di LA yang disampaikan oleh Pa Dinno pada saat melakukan sosialisasi CID di Seattle tanggal 21 May 2012.
Jangankan di dalam USA atau di luar USA, di Seattle saja baru terungkap beberapa pemikiran yang cukup cemerlang dari beberapa Diaspora Indonesia yang ada di Seattle pada saat kita berkumpul bersama dalam porgram sosialisasi Diaspora kemarin.

Karena di Seattle dan sekitarnya banyak berkumpul Diaspora Indonesia yang saat ini bekerja di Boeing dan Microsoft, Google serta perusahaan IT maupun industri lainnya, diharapkan akan banyak idea2 yang bisa disumbangkan oleh rekan2 Diaspora Indonesia. Saya belum tahu apakah sudah ada yang memulainya dari Indonesia Diaspora Seattle, namun agar rekan2 mulai bangkit perkenankan saya memberanikan diri melontarkan pemikiran dibawah ini.

Latar belakang :
Kantor kami IPTN North America, Inc adalah anak perusahaan PTDI di USA yang beroperasi sejak 1992 dengan base di Seattle. Sejak tahun 2007 telah dibentuk unit bisnis Seattle Technology Engineering Center (STEC) yang merupakan salah satu kegiatan dari IPTN North America, Inc untuk menangani peluang bisnis Engineering Services dalam bidang rancang bangun pesawat.
Pembentukan STEC ini sendiri dilatar belakangi dengan besarnya pesanan dari maskapai penerbangan Lion Air ke Boeing pada tahun 2006. Lion Air sebagai launching customer Boeing untuk pesawat 737-900ER, kalau tidak salah waktu itu memesan 63 pesawat 737-900ER yang peluncuran perdananya dilakukan dari Pabrik Boeing di Renton pada bulan 8 Agustus 2006.

Pada saat itu lah saya berkenalan dengan Rusdi Kirana , Dirut Lion Air yang mulai populer namanya di kalangan industri penerbangan. Pa Rusdi membawa rombongan cukup besar yang terdiri dari pejabat Kemenhub, dan Komisi V DPR-RI yang tujuannya tidak lain ingin memberikan semangat kepada Bapak2 yang terlibat dalam kebijakan industri penerbangan di Indonesia untuk melihat langsung proses produksi pesawat di Boeing dan juga agar hubungan dengan Boeing dapat ditingkatkan sehingga dapat membantu Indonesia bangkit dari keterpurukan dalam industri penerbangannya karena band dari Uni Eropa pada waktu itu.

Beliau pada saat itu menantang , ayo Pa apa yang bisa dilakukan oleh PTDI, saya kan sudah banyak memesan pesawat ke Boeing ???. Katakan PTDI bisa mensupply bagian pesawat yang kecil saja sudah cukuplah untuk meberikan kebanggaan bagi Indonesia dan membangkitkan kembali nama PTDI, ujar Pa Rusdi. 

Dirjen Hubud (Bp. Tatang Ikhsan) dan Ketua Komisi V DPR (Bp Akhmad Mukhowan) pada saat itu juga mendukung tawaran Pa Rusdi. Singkat cerita dalam kesempatan press release oleh Ketua Komisi V dan pada saat farwell dinner di Boeing Field , tercetuslah usulan imbal balik (offset) sebagai kompesasi dari pembelian tersebut dari Boeing ke Indonesia, pada saat itu terucap besaran angka 10% yang diamini oleh Senior Vice President Sales Boeing, Dinnesh Keshkar.

Pemikiran tersebut langsung saya sampaikan ke pimpinan PTDI dan mengingat saat itu belum memungkinkan dilakukan tambahan investasi permesinan di PTDI untuk mendukung pembuatan komponen bagi program Boeing, akhirnya mereka merestui pembentukan STEC sebagai antisipasi kemungkinan diperolehnya offset dari Boeing STEC khusus bergerak dalam kegiatan jasa rancang bangun pesawat dengan memanfaatkan fasilitas PTDI yang ada di Seattle yang tidak memerlukan tambahan investasi besar karena yang dijual adalah jasa kemampuan para engineer PTDI yang sudah terlatih selama ini. Usulan inipun telah dilaporkan dan mendapatkan ijin dari Meneg BUMN (Bp. Sofyan Djalil pada saat itu).

Berbagai upaya pendekatan ke Boeing telah kami lakukan bersama-sama dengan pimpinan PTDI untuk menindak lanjuti kesepatan tidak tertulis pada saat acara di Boeing Field tersebut, namun minim response dari Boeing. Waktu berjalan terus dan dalam berbagai kesempatan kami selalu menjual idea program offset ini kepada beberapa petinggi negara Indonesia baik di Jakarta maupun dalam kesempatan kunjungan di USA agar dapat mendesak Boeing memenuhi janjinya.

Janji tinggal janji, Boeing pun seakan-akan lupa, dan PTDI pun kurang intens menindaklanjutinya, karena PTDI sendiri cukup repot dengan masalah internal yang cukup berkepanjangan yang akhirnya baru dapat teratasi setelah pemerintah menyetujui Program Restrukturisasi dan Revitalisasi untuk menyelamatkan satu2 nya industri pesawat terbang yang pernah kita banggakan di Indonesia.

Peluang :

Setelah melewati pergantian beberapa kali Dubes Indonesia di USA, akhirnya Indonesia sangat bersyukur dengan tampilnya sosok seorang "driver" yang akhirnya bisa membidani dan memberikan kaki agar idea program offset ini menjadi terbuka kembali dan dapat berjalan. Pa Dino yang sudah mumpuni dalam berdiplomasi, akhirnya berhasil menagih janji pemberian kompensasi program offset tersebut dari Boeing dan tidak tanggung2 dengan kepiawaiannya pada tahun 2012, beliau berhasil mendapatkan commitment 30% kompensasi dari Boeing atas seluruh pembelian dan investasi Indonesia dalam bidang transporatsi udara ke Boeing, dimana saat ini jumlahnya sudah mencapai $35 Billion!!!!!… dengan bertambahnya pesanan pesawat dari Lion Air dan Garuda Indonesia…..

Dengan kawalan Pa Dino beserta staffnya di DC saat ini telah dibentuk working group dibawah koordinasi Dirjen Perhubungan Udara yang terdiri tidak hanya dari PTDI, namun juga dari PINDAD, LEN, Garuda dan Kemenhub serta Kementrian terkait lainnya untuk merumuskan paket offset yang akan ditawarkan ke Boeing, sehingga dapat menyerap kompensasi yang akan diberikan Boeing nantinya.

PTDI sendiri memiliki kemampuan untuk menyerap paket offset tersebut dalam bentuk pembuatan komponen, pekerjaan engineering package untuk rancang bangun pesawat serta pekejaan maintenance/overhaul pesawat.

Sebagai tambahan kemampuan program-program yang akan dilakukan di PTDI untuk offset, STEC berperan terlibat dalam mengerjakan pekerjaan paket engineering rancang bangun pesawat. Sebagai front liner dari PTDI, STEC dapat menjadi liason dalam berinteraksi dengan Boeing sebagai pihak pemberi kerja . Para engineers yang ada di STEC nantinya dari jam 9 am- 5 pm dapat mendiskusikan pekerjaannya dengan Boeing dan mengolahnya lebih lanjut. Pada sore harinya mereka mentransfer data pekerjaan yang telah diolah pada hari itu untuk diteruskan ke para engineers yang ada di PTDI yang jumlahnya ratusan orang.. Pada saat para engineers yang ada di STEC memulai kerja besok harinya paket pekerjaan yang telah diolah di PTDI sudah mereka terima kembali untuk dilanjutkan atau didiskusikan dengan Boeing. Istilah nya "around the clock" services buat Boeing.

Saat ini dengan makin tingginya tingkat rate produksi di Boeing dan terus bertambahnya program baru seperti Boeing 787, 737-NG, Boeing 737-MAX, Program 767 Tanker, 777, kebutuhan jasa engineering rancang bangun pesawat ini semakin banyak karena Boeing pun harus menangani sustainable product pesawat yang ada seperti Boeing 737 Classic, 747. Selain itu tidak selamanya Boeing meng-hire tenaga permanen dan sering melakukan off-load pekerjaan ke independent contractor seperti STEC, yang cukup menguntungkan dan tidak memusingkan Boeing karena tidak harus berhubungan dengan Serikat Pekerja jika terjadi dispute. (Pengaruh Union sangat kuat kepada Boeing dan cukup merepotkan atas tuntutan2 yang mereka sampaikan, sehingga perlu membuat fasilitas pabrik yang parallel di South Carolina yang tidak memiliki Union).

STEC sendiri memiliki kendala untuk mendatangkan para engineers dari PTDI dalam jumlah yang cukup banyak karena mereka juga dibutuhkan PTDI untuk menangani program-progran yang ada di Bandung, sehingga kami melihat adanya peluang bagi Indonesia Diaspora yang memiliki pengalaman dan cukup memiliki kualifikasi dalam pekerjaan rancang bangun pesawat yang ada di US untuk memperkuat squad STEC dalam meraih pekerjaan paket engineering dari program offset nantinya.

Dalam perkembangannya nanti jika STEC sudah dapat membuktikan kualitas kerja yang dihasilkan, tanpa program off set pun, Boeing akan mempercayakan STEC untuk mengerjakan paket2 rancang bangun pesawat lainnya, Indonesia Diaspora pun akan semakin banyak dapat bergabung dengan STEC.
Sebagai informasi saat ini cukup banyak tenaga kerja dari Bangladesh dan India yang bekerja di Boeing sebagai tenaga kontrak, dimana kita ketahui bersama Bangladesh tidak pernah terdengar namanya dalam industry pesawat terbang dan ironisnya teman2 Diaspora Indonesia yang bekerja di Boeing diminta mendidik mereka.

Jika diperkenankan dan masih ada slot waktu di forum CID nanti saya dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang STEC, mungkin dalam forum yang terbatas dan khusus Diaspora Indonesia yang memiliki latar belakang pengalaman kerja dibidang rancang bangun pesawat.

Mudah2an pemikiran saya ini dapat menambah informasi tentang adanya STEC dot di Seattle bagi Diaspora Indonesia yang ada di USA dan diluar USA dan dapat memanfaatkan peluang yang ada dari paket offset dan diluar offset nantinya… Insha Allah….

Salam

Gautama Indra Djaja (Indra)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home