STEC IN CONGRESS OF INDONESIAN DIASPORA 2012
Salam Diaspora,
Perkenalkan saya anggota baru di milis ini dan untuk memperkaya idea2
yang telah disampaikan rekan-rekan Diaspora, ada sedikit pemikiran yang
berkaitan dengan "program connect the dot" sebagai salah satu tujuan dari CID
di LA yang disampaikan oleh Pa Dinno pada saat melakukan sosialisasi CID di
Seattle tanggal 21 May 2012.
Jangankan di dalam USA atau di luar USA, di Seattle saja baru terungkap
beberapa pemikiran yang cukup cemerlang dari beberapa Diaspora Indonesia yang
ada di Seattle pada saat kita berkumpul bersama dalam porgram sosialisasi
Diaspora kemarin.
Karena di Seattle dan sekitarnya banyak berkumpul Diaspora Indonesia yang
saat ini bekerja di Boeing dan Microsoft, Google serta perusahaan IT maupun
industri lainnya, diharapkan akan banyak idea2 yang bisa disumbangkan oleh
rekan2 Diaspora Indonesia. Saya belum tahu apakah sudah ada yang memulainya dari
Indonesia Diaspora Seattle, namun agar rekan2 mulai bangkit perkenankan
saya memberanikan diri melontarkan pemikiran dibawah
ini.
Latar belakang :
Kantor kami IPTN North America, Inc adalah anak perusahaan PTDI di USA
yang beroperasi sejak 1992 dengan base di Seattle. Sejak tahun 2007 telah
dibentuk unit bisnis Seattle Technology
Engineering Center (STEC) yang
merupakan salah satu kegiatan dari IPTN North America, Inc untuk menangani
peluang bisnis Engineering Services dalam bidang rancang bangun
pesawat.
Pembentukan STEC ini sendiri dilatar belakangi dengan besarnya pesanan
dari maskapai penerbangan Lion Air ke Boeing pada tahun 2006. Lion Air sebagai
launching customer Boeing untuk pesawat
737-900ER, kalau tidak salah waktu itu memesan 63 pesawat 737-900ER yang
peluncuran perdananya dilakukan dari Pabrik Boeing di Renton pada bulan 8
Agustus 2006.
Pada saat itu lah saya berkenalan dengan Rusdi Kirana , Dirut Lion Air
yang mulai populer namanya di kalangan industri penerbangan. Pa Rusdi membawa
rombongan cukup besar yang terdiri dari pejabat Kemenhub, dan Komisi V DPR-RI
yang tujuannya tidak lain ingin memberikan semangat kepada Bapak2 yang terlibat
dalam kebijakan industri penerbangan di Indonesia untuk melihat langsung proses
produksi pesawat di Boeing dan juga agar hubungan dengan Boeing dapat
ditingkatkan sehingga dapat membantu Indonesia bangkit dari keterpurukan dalam
industri penerbangannya karena band dari Uni Eropa pada waktu
itu.
Beliau pada saat itu menantang , ayo Pa apa yang bisa dilakukan oleh PTDI, saya kan sudah banyak memesan pesawat ke Boeing ???. Katakan PTDI bisa mensupply bagian pesawat yang kecil saja sudah cukuplah untuk meberikan kebanggaan bagi Indonesia dan membangkitkan kembali nama PTDI, ujar Pa Rusdi.
Dirjen Hubud (Bp. Tatang Ikhsan) dan Ketua Komisi V DPR (Bp Akhmad Mukhowan) pada saat itu juga mendukung tawaran Pa Rusdi. Singkat cerita dalam kesempatan press release oleh Ketua Komisi V dan pada saat farwell dinner di Boeing Field , tercetuslah usulan imbal balik (offset) sebagai kompesasi dari pembelian tersebut dari Boeing ke Indonesia, pada saat itu terucap besaran angka 10% yang diamini oleh Senior Vice President Sales Boeing, Dinnesh Keshkar.
Pemikiran tersebut langsung saya sampaikan ke pimpinan PTDI dan mengingat
saat itu belum memungkinkan dilakukan tambahan investasi permesinan di PTDI
untuk mendukung pembuatan komponen bagi program Boeing, akhirnya mereka merestui
pembentukan STEC sebagai antisipasi kemungkinan diperolehnya offset dari Boeing
STEC khusus bergerak dalam kegiatan jasa rancang bangun pesawat dengan
memanfaatkan fasilitas PTDI yang ada di Seattle yang tidak memerlukan tambahan investasi besar
karena yang dijual adalah jasa kemampuan para engineer PTDI yang sudah terlatih
selama ini. Usulan inipun telah dilaporkan dan mendapatkan ijin dari Meneg BUMN
(Bp. Sofyan Djalil pada saat itu).
Berbagai upaya pendekatan ke Boeing telah kami lakukan bersama-sama
dengan pimpinan PTDI untuk menindak lanjuti kesepatan tidak tertulis pada saat
acara di Boeing Field tersebut, namun minim response dari Boeing. Waktu berjalan terus dan dalam berbagai
kesempatan kami selalu menjual idea program offset ini kepada beberapa petinggi
negara Indonesia baik di Jakarta maupun dalam kesempatan kunjungan di USA agar
dapat mendesak Boeing memenuhi janjinya.
Janji tinggal janji, Boeing pun seakan-akan lupa, dan PTDI pun kurang
intens menindaklanjutinya, karena PTDI sendiri cukup repot dengan masalah
internal yang cukup berkepanjangan yang akhirnya baru dapat teratasi setelah
pemerintah menyetujui Program Restrukturisasi dan Revitalisasi untuk
menyelamatkan satu2 nya industri pesawat terbang yang pernah kita banggakan di
Indonesia.
Peluang :
Setelah melewati pergantian beberapa kali Dubes Indonesia di USA, akhirnya Indonesia sangat bersyukur
dengan tampilnya sosok seorang "driver" yang akhirnya bisa membidani dan memberikan kaki agar idea program offset ini menjadi terbuka
kembali dan dapat berjalan. Pa Dino yang sudah mumpuni dalam berdiplomasi,
akhirnya berhasil menagih janji pemberian kompensasi program offset tersebut
dari Boeing dan tidak tanggung2 dengan kepiawaiannya pada tahun 2012, beliau
berhasil mendapatkan commitment 30% kompensasi dari Boeing atas seluruh
pembelian dan investasi Indonesia dalam bidang transporatsi udara ke Boeing,
dimana saat ini jumlahnya sudah mencapai $35 Billion!!!!!… dengan bertambahnya
pesanan pesawat dari Lion Air dan Garuda
Indonesia…..
Dengan kawalan Pa Dino beserta staffnya di DC saat ini telah dibentuk working group dibawah
koordinasi Dirjen Perhubungan Udara yang terdiri tidak hanya dari PTDI, namun
juga dari PINDAD, LEN, Garuda dan Kemenhub serta Kementrian terkait lainnya
untuk merumuskan paket offset yang akan ditawarkan ke Boeing, sehingga dapat
menyerap kompensasi yang akan diberikan Boeing nantinya.
PTDI sendiri memiliki kemampuan untuk menyerap paket offset tersebut
dalam bentuk pembuatan komponen, pekerjaan engineering package untuk rancang
bangun pesawat serta pekejaan maintenance/overhaul
pesawat.
Sebagai tambahan kemampuan program-program yang akan dilakukan di PTDI
untuk offset, STEC berperan terlibat
dalam mengerjakan pekerjaan paket engineering rancang bangun pesawat. Sebagai
front liner dari PTDI, STEC dapat
menjadi liason dalam berinteraksi dengan Boeing sebagai pihak pemberi kerja .
Para engineers yang ada di STEC nantinya dari jam 9 am- 5 pm dapat
mendiskusikan pekerjaannya dengan Boeing dan mengolahnya lebih lanjut. Pada sore harinya
mereka mentransfer data pekerjaan yang telah diolah pada hari itu untuk
diteruskan ke para engineers yang ada di PTDI yang jumlahnya ratusan orang..
Pada saat para engineers yang ada di STEC memulai kerja besok harinya paket
pekerjaan yang telah diolah di PTDI sudah mereka terima kembali untuk
dilanjutkan atau didiskusikan dengan Boeing. Istilah nya "around the clock" services buat
Boeing.
Saat ini dengan makin tingginya tingkat rate produksi di Boeing dan terus
bertambahnya program baru seperti Boeing 787, 737-NG, Boeing 737-MAX, Program
767 Tanker, 777, kebutuhan jasa engineering rancang bangun pesawat ini semakin
banyak karena Boeing pun harus menangani sustainable product pesawat yang ada seperti Boeing 737 Classic, 747.
Selain itu tidak selamanya Boeing meng-hire tenaga permanen dan sering melakukan off-load pekerjaan ke
independent contractor seperti STEC, yang cukup menguntungkan dan tidak
memusingkan Boeing karena tidak harus berhubungan dengan Serikat Pekerja jika
terjadi dispute. (Pengaruh Union sangat kuat kepada Boeing dan cukup merepotkan
atas tuntutan2 yang mereka sampaikan, sehingga perlu membuat fasilitas pabrik
yang parallel di South Carolina yang tidak memiliki
Union).
STEC sendiri memiliki kendala untuk mendatangkan para engineers dari PTDI
dalam jumlah yang cukup banyak karena mereka juga dibutuhkan PTDI untuk menangani program-progran yang ada di
Bandung, sehingga kami melihat adanya peluang bagi Indonesia Diaspora yang memiliki
pengalaman dan cukup memiliki kualifikasi dalam pekerjaan rancang bangun
pesawat yang ada di US untuk memperkuat squad STEC dalam meraih pekerjaan paket
engineering dari program offset nantinya.
Dalam perkembangannya nanti jika STEC sudah dapat membuktikan kualitas
kerja yang dihasilkan, tanpa program off set pun, Boeing akan mempercayakan STEC untuk
mengerjakan paket2 rancang bangun pesawat lainnya, Indonesia Diaspora pun akan
semakin banyak dapat bergabung dengan STEC.
Sebagai informasi saat ini cukup banyak tenaga kerja dari Bangladesh dan
India yang bekerja di Boeing sebagai tenaga kontrak, dimana kita ketahui bersama
Bangladesh tidak pernah terdengar namanya dalam industry pesawat terbang dan
ironisnya teman2 Diaspora Indonesia yang bekerja di Boeing diminta mendidik
mereka.
Jika diperkenankan dan masih ada slot waktu di forum CID nanti saya dapat
memberikan informasi lebih lanjut tentang STEC, mungkin dalam forum yang
terbatas dan khusus Diaspora Indonesia yang memiliki latar belakang pengalaman
kerja dibidang rancang bangun pesawat.
Mudah2an pemikiran saya ini dapat menambah informasi tentang adanya STEC dot di Seattle bagi Diaspora Indonesia yang ada di USA dan
diluar USA dan dapat memanfaatkan peluang yang ada dari paket offset dan diluar
offset nantinya… Insha Allah….
Salam
Gautama Indra Djaja (Indra)